Skip to main content

Klarifikasi Referendum “Minahasa Merdeka”. Jangan Ditambah, Jangan Dikurang, Jangan Dipolitisir



Aksi Damai 15/5 Referendum Minahasa Raya Didepan Kantor Gubernur Propinsi Sulawesi Utara
Aksi Referendum Minahasa  Merdeka setelah menjadi tranding topic selama beberapa hari di media social, facebook, twitter, you tube, google dan  media-media pemberitaan telah menjadi bola liar memaksa kami pelaksana aksi Gerakan Minahasa Raya harus bersuara terkait tema aksi damai “Referendum Minahasa Raya” yang dilaksanakan di Kantor Gubernur Propinsi Sulawesi Utara, Senin, 15 Mei 2017 waktu lalu yang merupakan aksi kedua, sebelumnya aksi serupa telah dilaksanakan pada 01 Desember 2016.

 
Berikut klarifikasi penting kami sebagai pelaksana/penggagas kegiatan aksi damai Referendum Minahasa Raya:

1.     Tidak ada aksi bertema “Minahasa Merdeka” yang ada adalah REFERENDUM MINAHASA RAYA. Refendum (jejak pendapat) merupakan hak segala bangsa untuk menentukan sikap dan dijamin konstitusi, UUD – 1945 serta HAM, dan aturan lainnya setelah terjadi pengingkaran  bernegara. Referendum merupakan upaya memisahkan diri dengan cara legal melalui jejak pendapat atau hasilnya ditentukan bangsa adat Minahasa Raya sendiri jadi bukan MAKAR. Dalam jejak pendapat biasanya memiliki 2 opsi pilihan, tetap dengan Indonesia atau berpisah dengan Indonesia yang dilakukan secara demokratis tanpa makar dan tanpa harus berperang atau harus menumpahkan darah. Minahasa adalah bangsa adat, daerah yang didiami 9 suku sub etnis di Propinsi Sulawesi Utara, Indonesia. ***. Konsep referendum (jejak pendapat) secara lengkap akan diposting secara terpisah.

2.       Alasan Minahasa Raya meminta referendum begitu banyak diantaranya :

a.   Adanya perlakuan khusus untuk sebagian daerah di Indonesia sudah mencederai consensus dasar bernegara. Sementara leluhur Minahasa telah mengultimatumkan bahwa seluruh daerah di Indonesia harus mendapat perlakuan sejajar dalam segala hal (red. Baca sejarah) secara umum dan khususnya Minahasa disebabkan Minahasa bergabung dengan NKRI atas dasar kesepakatan.
b.  Adanya pengrusakan/pembakaran/penyegelan/penolakan ribuan rumah ibadah kaum minoritas di seluruh Indonesia sudah mencederai sekaligus sudah terjadi pengingkaran atas konstitusi yang dilakukan secara terang-terangan dan masive. Namun Negara tidak serius untuk membrangus para pelaku dan terkesan dibiarkan buktinya seribuan gereja harus menerima getah dari perbuatan inkostitusional ini. Bukan hanya gereja, jemaat gerejapun harus menanggung derita atas semua peristiwa bar-bar dan sesat ini.
c.    Adanya stigma minoritas dan mayoritas yang sengaja dibiarkan. Dalam perjuangan memerdekan Indonesia, semua leluhur bersatu padu berjuang, baik dia itu seorang yang beragama ataupun ateis sekalipun. Lintas ras, suku, etnik,  budaya dan adat, warna kulit berjibaku berjuang untuk dan demi Indonesia. Pemberlakuan minoritas dan mayoritas merupakan diskriminasi dalam berbangsa dan bernegara dan itu sebuah pengingkaran. Sementara hasil bumi dan lain sebagainya dari kaum minoritas dipakai bersama, ini merupakan ketidakadilan dan condong merupakan upaya penjajahan yang dilakukan secara nyata. Minoritas secara nasional belum tentu menjadi minoritas didaerah. Beda lagi jika kami yang dicap minoritas tidak melaksanakan kewajiban membayar upeti kepada Negara maka kami akan menerima dengan sukarela jika dicap minoritas.
d.   Adanya pelegalan penyebutan kafir. Telah membuat luka mendalam untuk kaum minoritas se-Indonesia. Keyakinan iman terhadap mahakuasa yang diakui Negara dari pribadi masing-masing maupun kelompok tidak boleh diintervensi oleh Negara, organisasi maupun perseorangan. Stigma kaum kafir yang layak dibunuh untuk mendapatkan tiket kesorga merupakan tindakan inkonstitusional yang telah mencederai kehidupan berbangsa dan merupakan kesesatan dalam bernegara, beragama dan berkeyakinan dan hal ini merupakan pengingkaran yang telah dilakukan secara terang-terangan.
e.     Adanya ekstrimis dan kelompok-kelompok intoleran inkonstitusional berbasis agama yang seakan-akan berkuasa di Indonesia yang memaksa rakyat untuk tunduk atas hukum agama tertentu yang telah massif dilakukan hingga telah mempengaruhi keputusan Negara merupakan bukti pengingkaran atas dasar Negara kepada kaum minoritas dan menjadi bukti Negara telah tunduk terhadap kelompok intoleran inkonstitusional.  
f.     Adanya upaya-upaya yang dilakukan secara terang-terangan yang berniat merubah ideology Negara oleh sejumlah kelompok dan mendapat dukungan resmi dari sejumlah oknum-oknum yang terlibat aktiv dalam penyelenggara Negara mencerminkan rusaknya kehidupan berbangsa dan bertanah air yang membuat kami harus berpikir ulang terhadap kesepakatan bernegara akibat telah terjadinya pengingkaran secara masif.
g.  Adanya pemberlakuan aturan syariah/syariat disejumlah daerah bahkan dalam institusi penyelenggara Negara sampai ke badan swasta.
h. Adanya pembiayaran atas ratusan tindakan bar-bar pelaku-pelaku intoleran inkonstitusional. Menghujat/memaki/mengancam lambang Negara. Kasus upaya kudeta terhadap pemerintahan yang sah. Pembiaran atas ribuan kasus intoleran berbasis agama dan suku. Adanya pembiaran atas prilaku menyimpang dalam berbangsa dan bertanah air sesuai consensus dasar Negara oleh sejumlah oknum dan kelompok radikal.
i.      Adanya diskriminasi prestasi untuk kaum minoritas. Yang menjadikan minoritas tidak berhak eksis di pemerintahan Indonesia secara umum dan khususnya keturunan bangsa adat Minahasa yang berkeyakinan berbeda dengan mayoritas .
j.   Adanya upaya mengkerdilkan perekonomian Minahasa disektor perikanan dan pertanian serta industri.

3.  Aksi Referendum Minahasa Raya bukan aksi untuk menggulingkan (kudeta) terhadap pemerintahan yang sah. Bukan musuh pemerintah. Bukan musuh rakyat dan bukan makar. Referendum merupakan hak segala bangsa yang harus dihormati setelah terjadi pengingkaran atas kehidupan bernegara. Keputusan ada dan diserahkan kerakyat sendiri melalui mekanisme legal terkait referendum (jejak pendapat). Aksi ini juga untuk mengusir kelompok/perseorangan yang tidak mengakui Pancasila sebagai ideologi bangsa.

4.   Timbulnya Referendum Minahasa Raya bukan karena atas kasus krimanalisasi murni yang dituduhkan ke Ahok dan bukan karena kasus penolakan Fachry Hamzah yang di tolak bangsa adat Minahasa waktu lalu. Referendum Minahasa Raya terjadi sebelum kasus-kasus tersebut dibuktikan dalam surat resmi yang telah disampaikan kepihak berwajib/terkait. Masalah kriminalisasi murni atas Ahok hanya 1% dari keseluruhan permasalahan social dan intoleran inkonstitusional yang terjadi di NKRI.

5.   Hingga saat ini, entah nanti, kami Bangsa Adat Minahasa masih mengakui kedaulatan Negara Indonesia. Masih mengakui Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia yang sah. Mengakui Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI.

Demikian klarifikasi dari kami atas kegiatan Referendum Minahasa Raya dan jangan ditambah, jangan dikurangi dan jangan dipolitisir apa lagi memakai aspirasi kami untuk menyudutkan pemerintah dan presiden karena yang berhak memakai aspirasi ini hanya kami yang merasakan dan menyuarakan. Semoga Pemerintahan Republik Indonesia dapat memaklumi atas situasi ini dan menjamin hak kami sebagai warga Negara yang menuntut hak keadilan secara legal dan sah.  Hal ini merupakan pernyataan resmi dari sekian pernyataan resmi yang sudah kami berikan, mulai dari AA Maramis, Permesta, Kongres Minahasa Raya, Aksi Referendum Minahasa Raya I dan Aksi Referendum Minahasa Raya II hal ini menjadi bukti kami sudah memberikan PERINGATAN !. Salam damai Indonesia dari kami. Salam.

INDONESIA BUKAN BANGSA ARAB ! INDONESIA BUKAN CUMA JAWA !
INDONESIA BUKAN CUMA ISLAM ! MINAHASA RAYA HARGA PAS !

Minahasa Raya – Sulawesi Utara
Senin, 29 Mei 2017
Mewakili, Seluruh Penanggung Jawab / Penggagas Gerakan Minahasa Raya
“REFERENDUM MINAHASA RAYA”


Rocky Oroh
Aktivis Minahasa Raya

Fanspage/Halaman Facebook Untuk Update :
REFERENDUM MINAHASA RAYA
Bendera Aliansi Minahasa Raya



Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Pengikut Kristus untuk Kemerdekaan Indonesia

Foto Kombo, Deret pertama, dari kiri ke kanan, Johannes Leimena , Alexander Jacob Patty, Johannes Latuharhary, Todung Sutan Gunung Mulia, Amir Syarifuddin, Sam Ratulangie, (deret kedua), Tahi Bonar Simatupang, Frans dan Alex Mendur, Jahja Daniel Darma. (deret ketiga) Wolter Mongisidi, Pierre Tandean, Maria Walanda Maramis, Agustinus Adisucipto dan Yos Sudarso. [Foto-foto/wikipedia.org] Referendum Minahasa. Bank Indonesia baru saja mengeluarkan uang kertas baru yang menampilkan gambar wajah 11 tokoh sejarah yang berjasa bagi Indonesia. Perdebatan wajar saja mencuat. Namun di masa ketika semangat politik identitas sedang kencang-kencangnya, perdebatan menyoal hal-hal yang sama sekali tidak substansial.

5 Negara yang Pernah Menggelar Referendum Untuk Menentukan Kemerdekaan

Bendera Aliansi Minahasa Raya. Bukan Bendera Sebuah Negara Referendum Minahasa. Di dunia ini ada beberapa negara yang menggelar referendum atau kemerdekaan yang mereka capai lewat pemungutan suara  yang bermula dari keinginan merdeka, berdiri sendiri, dan terlepas dari negara  sebelumnya.